Ada Keganjilan Di Balik Penjualan Avtur
Ada dua keganjilan di balik penjualan avtur oleh PT. Pertamina selama ini. Harga yang mahal di dalam negeri dan harga penjualan yang murah di luar negeri menjadi pertanyaan krusial. Padahal, saat yang sama harga avtur internasional sedang turun.
Demikian diungkapkan Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Heri Gunawan, Selasa (22/9). Dalam rapat dengar pendapat antara Komisi VI dengan otoritas pengelola bandara beberapa waktu lalu, terungkap, harga avtur di dalam negeri mencapai 22-47 persen daripada di luar negeri. Makin ke timur Indonesia harga avtur makin mahal. Di Singapura, Pertamina menjual lebih murah daripada harga nasional.
“Dua keganjilan itu menguatkan dugaan bahwa Pertamnina sedang melakukan monopoli avtur. Akibatnya, airlines domestik teriak karena hal itu telah memberatkan mereka. Apalagi, avtur menjadi komponen biaya paling besar, yaitu hampir setengah dari total biaya operasional. Alasan Pertamina menjual lebih mahal, karena harus melakukan subsidi silang, tidak bisa diterima akal sehat,” ujar Heri.
Dijelaskan Heri, selama ini Pertamina tidak pernah dipungut biaya sewa ketika mensuplai avtur ke bandara kecil. Bahkan, tidak ada PNBP yang pungut untuk Pertamina. Selain itu, disparitas harga di wilayah barat dan timur sangat tinggi. Di Cengkareng, misalnya, 22 persen. Sementara di Luwuk mencapai 47 persen. Sementara Singapura yang wilayahnya lebih jauh justru mendapat harga lebih murah. Inilah ketidaklogisan penjualan avtur oleh Pertamina.
“Sebagai BUMN seharusnya Pertamina sadar bahwa tugasnya tidak hanya mencari untung sebesar-besarnya, tapi juga harus menjalankan fungsinya sebagai agen pembangunan nasional sebagaimana diamanatkan UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN. Sebagai agen pembangunan nasional, wajib mewujudkan pemerataan pembangunan yang adil,” harap Anggota F-Gerindra ini. KPPU, lanjut Heri, harus menyelidiki kasus ini agar terkuak apakah ada praktik monopoli yang dilakukan Pertamina. (mh)/foto:andri/parle/iw.